Pages

30 Agustus 2008

antrian itu...

Hujan masih membasahi bumi ketika loket pemesanan tiket kereta api baru saja ditutup senja itu, tetapi masih ada beberapa orang yang enggan meninggalkan loket dan ternyata orang-orang itu berniat melakukan pemesanan untuk hari berikutnya, itu berarti mereka sudah mengantri hingga loket kembali dibuka keesokan harinya tepat pukul 07:00 pagi, diantara orang-orang tersebut terseliplah diriku yang ikut mengantri sebagai orang keempat dalam urutan antrian itu, tidak ada kupon nomor antrian disana, urutan didasarkan pada saat pertama kali datang ke tempat itu.

Seiring dengan malam yang makin larut bertambah panjang pula antrian itu, hanya dalam hitungan beberapa jam saja ujung antrian sudah memanjang sampai ke pintu keluar stasiun, bahkan nyaris sama panjangnya dengan keempat loket lainnya di sebelah yang juga diperuntukan untuk pemesanan tiket kereta api lebaran, jadilah malam itu ruangan stasiun yang tidak cukup besar disesaki kira-kira ratusan orang yang berjajar tidak rapih, ya tentu saja tidak rapih karena tidak ada yang bisa tahan berdiri selama 12 jam, bermacam-macam polah tingkah laku terlihat dalam denyut nadi di ruangan yang sumpek itu, seperti pasar malam kagetan saja, kartu-kartu domino berulang kali terdengar dilemparkan pemainnya ke lantai, begitu pula kartu-kartu bergambar raja dan ratu juga terlihat digenggaman banyak orang, belum lagi asap nikotin yang membumbung berputar-putar saja menyelimuti suara-suara ocehan mereka, membunuh waktu dengan caranya masing-masing, tak sedikit juga yang sudah bergelimpangan terpekur di kapling-kapling beralaskan koran.

Sungguh seperti berada dalam oven toaster dengan suara mesin diesel yang menyala terus-menerus, tak ada keheningan disana, entah dari mana saja orang-orang itu berasal, segerombolan pria berwajah seram banyak dijumpai disana, terselip juga satu dua kaum perempuan dan ibu-ibu, malam itu suasana tak henti-hentinya menghadirkan hiruk pikuk, lalu lalang keramaian orang-orang yang datang dan pergi, karena memang ada kehidupan 24 jam disana.

Puncaknya ketika menjelang pagi, terlihat panjang antrian kini telah mencapai sisi jalan raya yang alurnya sudah berkelok-kelok memenuhi halaman parkir kendaraan, desakan dan dorongan berpacu dengan harapan tinggi agar tidak kehabisan tiket, apalagi terus saja diumumkan melalui pengeras suara bahwa pagi itu tepat pukul 07:00 pagi ketika loket dibuka maka serentak pula 9 stasiun lainnya di Jakarta beserta 13 agen travel yang ditunjuk serentak melalukan penjualan secara online se-jawa, bisa di bayangkan jumlah tiket yang terbatas itu diperebutkan oleh sekian banyak orang dalam waktu yang bersamaan, itulah kenyataan yang ada bila ingin bepergian pada saat-saat tertentu seperti hari raya atau hari libur panjang, sering dijumpai tiket yang sudah ludes terjual, apalagi diberlakukannya aturan yang boleh melakukan pembelian 30 hari sebelum hari keberangkatan, dan bisa ditebak tidak sampai satu jam layar komputer online yang terpampang pun langsung menunjukkan jumlah 0 untuk tanggal-tanggal pemberangkatan H-7 s/d H-3 yang di jual pada saat itu, itu artinya tidak sampai seperempat dari jumlah para pengantri yang bisa memperoleh tiket, selebihnya… hanya bisa gigit jari…

Tiket pun kini di tangan dan mentari pagi ikut bersinar cerah pagi itu, seperti ingin turut bergembira bersamaku, pun halnya dengan sisa-sisa air hujan tadi malam yang masih belum mengering, masih setia menunggu untuk kutatap, juga nyala semangat yang diberikan seseorang yang masih tersimpan di ruang hatiku...
hatur nuhun ya...hehehe

27 Agustus 2008

memetik bintang

kamulah malamku
yang datang sehalus sutra bercorak pekat
sedingin hembusan angin kerinduan yang menyertai
lembut menyapa menaungi kesepianku

lalu taburan bintang ikut menghias di latarmu
menawarkan cahaya putih ketulusan terdalam
pandangilah pijarnya, ada keceriaan disana
dan semua kerlip itu tak hentinya bergantian berkedip
menghadirkan paduan terang selaras simfoni yang bertutur

jikapun kejora adalah bintang terjauh
namun ia bercahaya paling terang
akan kupetik satu untuk kusematkan di ruang hatimu
agar bisa menerangi jalanku yang bernyala redup

22 Agustus 2008

kita belum merdeka



Hari kemerdekaan, banyak pekik merdeka di kumandangkan
Namun hanya berupa letupan suara kecil sesaat
Hilang ditelan pesta singkat bernama perayaan
Hegemoni yang angkuh, kultur yang tak shahih

Khidmat itu seharusnya berumur panjang
Bukan hanya menyala lantang di upacara
Kebanggaan bukan diciptakan tetapi harus tertanam
Merah putih itu darah dan hati bukan warna yang mudah luntur

Aku mencintai negeriku, berkibarlah terus di dadaku patriot teladanmu
Tak akan surut walau penjajahan modern terus mengkikis
Menyerang di segala penjuru pintu ibu pertiwi
Mencoba melepas simpul-simpul tali persatuan

Apakah yang kamu rasakan anak negeri
Inikah yang kau goreskan sebagai sebuah kemerdekaan
Bagiku belum sepenuhnya bangsa ini menikmati kemerdekaan
Karena kita memang belum merdeka
Merdeka yang seutuhnya…

18 Agustus 2008

Rembulan tak sepucat yang kau kira



Seperti lampion keajaiban yang melayang di atas langit malam
Adakah yang menyamai kelembutan cahayanya itu
Terangnya berhasil merengkuh diriku
Terpampang anggun diluasnya hening gelap

Rembulan tak sepucat yang kau kira dan matahari pun tak selalu menghangatkan
Aku hanya belajar dari mereka, karena mereka itu adalah kesetiaan abadi
Senantiasa menerangi malam, mewarnai pagi, memberi cerah kepada siang, dan melukis temaram untuk sore
Selalu ada saat dibutuhkan, selalu disana walau dihiraukan

Hitunglah sesekali rasi bintang terindah pilihanmu sendiri, niscaya akan kamu saksikan diantaranya sebuah bintang jatuh
Pastikan hitungan itu berjumlah tidak sama tiap malamnya karena persembahan kerlipnya menyuguhkan sebuah tatapan yang bercerita

Sesungguhnya bintang jatuh itu adalah sebuah pesan rahasia untukmu dan rembulan itu menjadi saksinya…

14 Agustus 2008

kereta kuda vs kereta besi






Sunday morning, tugu runcing dengan lapisan emas di pucuknya itu masih menjadi tujuan wisata bagi para plesiran lokal khususnya warga ibukota dan juga daerah-daerah lain di pelosok negeri ini.

Masih saja menjadi magnet untuk menyambangi puncaknya, ini terlihat dari antrean panjang beberapa ratus meter yang terjadi pagi itu, mereka satu tujuan, naik ke puncak monas !!!.

Ada pemandangan berbeda semenjak kawasan taman monas ini dipagari secara berkeliling, kereta kuda atau biasa juga disebut andong, dilarang memasuki areal sekitar tugu, mereka ditempatkan di luar pagar, tepatnya di tempat parkir dan sebagai gantinya disediakanlah kereta yang lain yaitu kereta besi.

Tergusur, itulah nasib kereta kuda kini, peminat mereka tak seramai dulu lagi, bahkan nyaris punah, karena wilayah operasi mereka kini hanya berupa pelataran parkir bersanding dengan mobil, motor dan juga bus-bus wisata yang sungguh bukan suatu pemandangan yang indah, sementara peminat kereta besi semakin membludak saja seperti terlihat dari sekat-sekat antrian yang disediakan yang tak pernah sepi peminat dan tentunya disediakan secara gratis tis tis tis dan yang paling menarik yaitu jalur perjalanan kereta ini yang berjalan pelan mengelilinggi kawasan tugu secara lebih dekat mengantikan jalur yang dulu dilewati kereta kuda.

Itulah kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terlepas dari alasan-alasan mengenai kotoran kuda yang katanya telah mengurangi kebersihan dan keindahan atau polemik warga betawi dengan usahanya mempertahankan budaya mereka termasuk kesempatan mencari penghidupan di tanahnya sendiri kerap kali terjadi persinggungan dalam penerapan peraturan tata kota dengan segudang masalahnya. Satu hal yang mengganggu kerisauanku yaitu tentang eksploitasi binatang, aku lebih senang melihat kuda-kuda itu berlarian bebas di habitatnya, hutan yang sesungguhnya bukan di hutan beton ini, ataukah kereta besi itu disingkirkan jauh-jauh, untuk memberikan ruang terbuka yang bebas asap kendaraan seperti layaknya sebuah taman, walau untuk ukuran taman, memang monas memiliki luas dengan ukuran hektar, tetapi masih bisa juga dinikmati dengan berjalan kaki atau bersepeda yang lebih manusiawi ketimbang berkeliling dengan kereta besi yang mengeluarkan asap itu.

13 Agustus 2008

Rindu Ibuku


Kasih Ibu
kepada beta
tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi

tak harap kembali

bagai sang surya menyinari dunia



lagu yang tak lekang dimakan zaman, membawaku pada kerinduan yang mendalam pada ibuku, aku benar-benar sangat merindukannya, ingin kubersimpuh di hadapan beliau, memeluk erat dan melepas segala kerinduan ini dengan sepenuh hati...

11 Agustus 2008

goodbye coach...


Bambang Nurdiansah atau yang akrab disapa Banur selaku pelatih kepala Arema menyatakan mengundurkan diri dari skuad singo edan setelah laga home kedua usai digelar, alasan yang dikemukakan yaitu bahwa beliau merasa gagal memetik poin penuh atau memberikan kemenangan di kandang, selain itu juga dikatakan bahwa banur juga merasa tidak nyaman atas berbagai tekanan yang dilayangkan kepadanya, juga termasuk di dalamnya berupa pesan layanan singkat (sms) yang katanya berasal dari aremania, nah alasan yang terakhir ini yang patut dipertanyakan kembali apakah seorang pelatih professional sekelas pelatih Timnas yang berlisensi A dari FIFA bersikap seperti kekanak kanakan begitu dan mudah tersulut emosi semata, semakin terlihatlah kualitas mental yang diusungnya selama ini, dan juga bagaimana beliau menyikapi kritik dan saran dari berbagai pihak termasuk dari aremania yang sangat wajar bersikap kritis atas pencapaian hasil yang sudah diperoleh, kami hanya ingin agar karakter permainan tim dikembalikan pada titahnya yang semula yaitu permainan cepat dan keras tapi tidak menjurus kasar yang selama ini tidak terlihat dibawah asuhan pelatih banur, semoga Arema mendapat pelatih baru yang memiliki mental baja dan berjiwa singa sebagai kado istimewa di hari ulang tahunnya yang ke-21 hari ini 11 Agustus 2008...

05 Agustus 2008

buat yang sedang terkapar disana

photo from here


Seekor merpati putih yang cantik sedang gelisah dalam kesakitannya, salah satu kaki jenjangnya mengalami sedikit luka, ia tak bisa terbang sesukanya seperti sediakala, melintasi tempat-tempat terindah, melayang di atas keajaiban panorama alam, bertengger manis di dahan-dahan pohon, menyambangi wangi pucuk-pucuk daun yang baru tumbuh.

Sesungguhnya ia ingin keluar dari penjara bosan itu dimana rasa penat mulai mengkungkung pergerakannya, keluh kesah akan cepat tercipta di dalam suasana sangkar ketidakbetahan yang kini menghinggapi sang dewi terbang.

Abad kebosanan, itukah yang kamu rasakan, jangan kau hitung rentang yang berdetak itu karena akan terasa sangat lama, carilah yang bisa membunuh waktu dan mempercepat penantian, kamu pasti bisa menemukannya, sangat bisa, bahkan kulihat sudah kamu selami sendiri hatimu, temukanlah kebeningan disana, setenang air, selembut mega, jika sempat kamu juga bisa menyentuhnya di fatamorgana.

Mensyukuri musibah itu bagus tepatnya menemukan hikmah dibaliknya karena memang bukan hanya kelapangan saja yang harus disyukuri. Bukankah selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, kuharap kamu sudah menggenggamnya.

Kalau sudah sembuh silahkan berpecicilan lagi ya, karena pecicilan itu hanya ungkap rasa koq, asalnya kan dari antusias keceriaan yang kamu rasakan, biarlah tertuang lepas di ekspresi tingkah laku, asal lebih hati-hati saja lain kali agar tidak terjadi more little accident…

03 Agustus 2008

Sarapan Berita



Suatu pagi di sudut kota Malang, ada sekerumunan kecil orang sedang merubungi sebuah papan seperti papan pengumuman, ternyata papan itu berisi salah satu harian pagi surat kabar yang terbit di kota Malang, memang surat kabar tersebut sengaja menempelkannya disana agar bisa dibaca secara cuma-cuma oleh siapa saja yang berkenan membacanya.

Orang-orang ini rela menghentikan perjalanannya sejenak, memarkirkan motornya dan segera bergegas menuju update berita-berita terbaru apa saja yang disajikan pada hari itu lengkap dengan helm yang masih menempel di kepala, mereka antusias sekali karena sebuah berita menjadi begitu penting untuk dinikmati dan ditunggu tunggu bagi mereka yang memang sudah terbiasa dengan sarapan berita yang akan membuat kenyang ilmu dan wawasan untuk sekedar bekal dalam wacana berpikir masing-masing.

Untuk sementara kuperhatikan saja dari kejauhan terlebih dahulu dan kutunda dahulu untuk membaca papan sarapan berita itu, karena aku juga sedang menikmati sarapan yang lain yaitu sepincuk nasi pecel yang masih hangat dan tempe penyet dengan sambalnya yang menggoda di sebuah warung tak jauh dari papan sarapan berita itu…

01 Agustus 2008

si jengkol



Photo jengkol dari sini

Ketika aku diberitahu bahwa kakak iparku akan berlibur ke tanah air maka yang terbayang olehku adalah jengkol, kenapa? ya karena beliau adalah jengkolholic sejati, maklum saja di negeri tempatnya kini tinggal di jerman sana sayuran yang satu itu tak dapat ditemukan, sudah beberapa kali beliau selalu memesan dan memberi tugas mencarinya kepadaku, benar saja kali ini beliau memesan 5 kilo untuk dibawanya pulang.

Bagiku sendiri memakan jengkol satu atau dua potong tidak menjadi masalah apalagi jika sudah berbentuk semur, rendang atau diberi sambal balado merah yang mengundang, rasanya sih lumayan empuk empuk gimana gitu, nah.. yang menjadi masalah adalah ketika masih dalam keadaan mentah, baunya itu loh, smells not good alias menyengat dan menusuk hidung.

Perburuanpun dimulai di suatu pasar tradisional yang beceks dan banyak ojeknya itu, setelah susur sana susur sini apa yang terjadi soudara soudara, ternyata sayur bulat itu menghilang entah kemana alias menjadi barang langka, kalaupun ada itupun sudah kisut dan layu, kecil pula sizenya, he.he don’t think about it sementara yang aku cari yang besar-besar dan tidak terlalu muda. Maka pencarianpun berlanjut ke pasar tradisional yang lain, mulai menjengkolkan juga nih lama-lama, seperti firasatku yang semula, di pasar yang lainpun yang menjualnya hanya satu dua orang saja, sudah bisa ditebak karena menjadi barang langka, harganyapun dipatok Rp.15.000 /kilo jika sebelumnya hanya berkisaran Rp.8000/kilo.

Akhirnya terkumpulah 5 kilo sayur dengan bau yang menyengat itu, coba anda hirup satu keping saja baunya seperti apa, nah.. ini 5 kilo, tidak perlu dicium, dilihat saja bau itu akan berjalan sendiri mendatangi kedua lubang hidung anda, sekali lagi benar-benar menjengkolkan…

Perjalanan si jengkol pun dimulai melalui jasa paket pengiriman, ia kutempatkan pada satu box kardus yang kuberi lubang ventilasi agar sirkulasi udara bisa mengurangi kebusukannya dan tentunya berbagi bau dengan kurir pengantarnya nanti, kukirim ia ke Surabaya terlebih dahulu karena memang disanalah kakak iparku itu kini berada sebelum nantinya kembali ke Frankfurt. Alangkah beruntungnya si jengkol itu, ia bisa terbang ke Eropa sana sementara aku hanya bisa membayangkan saja, kalau begitu titipkan saja salamku buat Oliver Kahn dan Michael Ballack…